before, Aulia sang a song and changed the lyrics:
“You don’t know i’m beautiful oh oh”
Hahahaha you rock Aulia, i like you xD
TUJUAN tanpa fungsi adalah steril.
FUNGSI tanpa tujuan adalah
mustahil.
Why it is always you and never me. I’ve never
cared too much about 'HONESTY'
Matamu... kau
tahu, aku akhirnya menemukan kilatan itu. Kilatan yang berusaha tuk kucari
setelah kejadian itu.
Air mukamu..
kau tahu, orang bodoh pun pasti tahu bahwa kau sedang bermuram durja setelah
kejadian itu.
Aku yang tak
tahu apapun, hanya memperhatikanmu seperti orang dungu. Berjaga-jaga kalau kalau
saja kau akan meledak tak karuan nantinya.
Kau tak berucap
sepatah kata pun. Mulutmu hanya membungkam. Kau biarkan lidahmu berdiam diri. Rahang-rahang
tegasmu terkatup menahan amarah yang membuncah.
Apa yang
terjadi? Semut-semutpun mungkin tahu apa yang terjadi padamu karena telah
mencuri dengar. Apakah hanya aku saja yang tak tahu apa-apa?
TAKE IT OR BREAK IT
Bitch say what??!
I close my eyes
then I drift away
Into the magic
night. I softly say
A silent prayer
like dreamers do.
Then I fall
asleep to dream my dreams of you.
In dreams I
walk with you, in dreams I talk to you.
In dreams you’re
mine. All of the time were together
In dreams, in
dreams.
But just before
the dawn, I awake and find you gone.
I can’t help
it, I can’t help it, if i cry.
I remember that
you said goodbye.
It’s too bad
that all these things, can only happen
In my dreams
Only in dreams,
in beautiful dreams.
They say that
dreams are only real as long as they last. Couldn’t you say the same thing
about life?
“The worst mistake that you
can make is to think you’re alive when really you’re asleep in life’s waiting
room..”- Waking Life
Malam itu..
suara hentakan kaki penuh amarah menggetarkan lapisan lapisan kayu itu.
Menyiratkan adanya ketidakberesan dalam situasi sunyi senyap. Menyiratkan
kekecewaan atas apa yang dilakukan seseorang. Seseorang di dalam ruangan
tersebut.
Suara dentuman
keras akibat sentuhan antara tangan yang bergetar dan pintu kayu itu membuat
seseorang di dalam sana tersentak hebat. Kembali meringkuk dalam selimut yang
dianggapnya bisa meyembunyikan semua masalah. Masalah bodoh yang telah
dilakukannya.
Sakit. Itu yang
dirasakan si pengetuk pintu. kecewa. Itu yang dirasakan si penghentak kaki.
kepercayaan di balas dengan pengkhianatan. air susu di balasnya dengan air
tuba. Di berikan hati malah meminta jantung. Pikiran pikiran itulah yang
berseliweran di pikiran si pengetuk pintu dan si penghentak kaki.
“Dasar tidak
tahu diri” Orang bodoh pun pasti tahu itu arti dari kilatan mata si pengetuk
pintu itu. “Dasar tidak tahu di untung” Orang dungu pun pasti tahu itu makna
dari kata kata tajam yang terlontar dari si penghentak kaki itu.
Seseorang itu
memang sadar atas perbuatannya. Ada sebersit rasa bersalah yang melintas dalam
nuraninya. Namun tetap saja ia membiarkan egonya yang memimpin dirinya.
Membuatnya jatuh dalam jurang yang sebenarnya bisa ia lewati jikalau saja ia
bisa sedikit meredam emosi sesaatnya.
Seseorang itu
tahu, sadar betul bahwa dirinya hanyalah parasut untuk si pengetuk dan si
penghentak kaki itu. Ya, parasut. Diberi keuntungan tetapi tidak bisa
memberikan keuntungan. diberikan segalanya, tetapi tidak bisa memenuhi
permintaan permintaan si pengetuk dan si penghentak. Barang keuntungan
sedikitpun pun ia tidak bisa memberikannya.
Seseorang itu
sadar betul, hujatan itu memang pantas untuknya. Namun “coba liat si A lebih
bisa dari kau” lah yang membuat emosinya tersulut. Persetan dengan pemikiran
mereka. Dia tak suka dibandingkan! ingat itu.
Tapi kau tahu..
disinilah letak kebodohan seseorang itu. Ia tak suka dibandingkan, namun ia
tidak mau berusaha untuk mengubah pikiran si pengetuk dan si penghentak tentang
dirinya. Dasar manusia.
Tak ada lagi
pikiran “saya harus mengerti kau” yang tersisa dalam kilatan mata si pengetuk
itu. Tak ada lagi kepercayaan yang tersisa dari air muka si penghentak.
Rahangnya mengeras. Mungkin, sesaat lagi hatinya lah yang akan mengeras. Tak
ada lagi rasa kasihan untuk seseorang itu.
Pelatuk telah
di tarik. malam itu, seseorang itu pun dihakimi dalam diam. Dihakimi atas
perbuatan bodohnya. Dihakimi atas semua masalah yang dilakukannya.
Semua mulut
membungkam. Kilatan matalah yang berbicara. Hembusan nafaslah yang beradu
argumen. Dan air mukalah yang menentukan hukaman final seseorang itu. Dasar
bodoh, ia sedang meregang nyawa atas perbuatannya sendiri. Menunggu hukuman
mati dijatuhkan.
Mendung. Awan bergradasi abu abu sedang menggelayut manja
di angkasa sana. Hujan mulai menumpahkan dirinya di bumi tua ini.
Sunyi. Mereka yang
tak menyukai kedatangannya pun hanya meringkuk kaku di dalam kandang. Membungkus
diri dalam sepotong bahkan berlapis lapis selimut yang cukup menjanjikan
kehangatan.
Namun.. kau tahu, beribu lapis selimutpun yang dia pakai,
tak akan cukup tuk menghangatinya. Tidak tidak, secara harfiah tubuhnya sudah
cukup menghangat. Namun, tidak dengan hati itu.
Kini, awan telah berganti kostum. Memamerkan gaun hitam
pekatnya yang mempesona. Namun, ia merasa ada yang salah. Kemana mutiara bulat putih
yang biasa bergelayut indah di gaun hitam itu? Kemana ribuan manik manik perak
yang biasa menghiasi gaun hitam itu? Ohya.. dia baru ingat, mendung sedang menyembunyikan
aksesoris bumi.
Ia pun mendesah. Mengeluarkan uap putih yang membentuk
abstrak di udara. Buku buku jarinya mulai memutih. Karena tangannya Mencengkeram
erat tubuhnya yang mulai menggigil. Menggiggil dilanda sepi.
Ia memenjamkan mata. menikmati kesepian yang membelenggu
hati dan jiwanya. Membiarkan pikirannya meliar entah kemana.
Dan setelah puas mengizinkan pikirannya bermain, Ia pun
mulai membangun puzzle puzzle pikirannya kembali. Berusaha untuk
berkonsentrasi. berusaha mendengarkan apa yang tak dapat didengarkan orang lain.
Dan dengarlah suara gurindam yang bertebaran di malam
yang sunyi itu. Suara gurindam yang memecah kesunyian malam. memecah rasa
sepinya. Menyampaikan salam yang membuat hatinya berdesir.
Semilir angin pun mulai memarakkan suasana. Menyapu pori
pori kulitnya. Menggelitik bahu rapuhnya. Menusuk tulang rusuknya. Semilir angin
itu pun mulai berdansa mengikuti alunan gurindam.
Dan disaat itulah, benih benih kerinduan menyeruak
keseluruh aliran darahnya. Meluap kepermukaan wajahnya. Membuat air mukanya tak
setenang tadi. Nafasnya pun mulai tak beraturan. Emosi mulai mempermainkannya.
Alunan gurindam mulai melaju cepat. Dan begitu pula
dengan nafasnya. Seakan akan alunan itu memerintahkannya tuk mengikuti melodi
rindu.
Kau tahu.. ia baru saja mendapat kabar yang dikirimkan
dari suara gurindam itu. Kabar yang membuatnya kembali terbujur kaku.
Tentang rasa...
Tentang rasa
yang dulunya tak bernama
Tentang rasa
yang dulunya biasa saja
Dan candumu pun
mulai datang..
Lalu..
Tentang rasa
yang menghentakkan kewarasan
Tentang rasa
yang menipu Akal sehat
Tentang rasa
yang menggetarkan jiwa
Tentang rasa
yang meninju ninju sekujur ulu hati
Tentang rasa
yang mulai menunggu..
Mulai menunggu
tuk dijamahi rasa lainnya..
Tentu saja rasa
yang bukan sembarang rasa..
Namun..
Rasamu tak
kunjung datang..
Rasamu tak
kunjung menjamahi milikku..
Apa kabar
rasamu?
Apakah sudah
terikat rasa orang lain?
Lalu..
Candu orang
lain datang..
Tak semenarik
candumu tentu saja
Namun, apakah
kau tahu??
Rasa itu..
Ia berbaik hati
menyodorkan rasanya..
Ia mempersilahkan
diriku tuk mengikat rasanya dengan benang benang rasaku..
Ia mau memiliki
rasaku..
Jadi, kau tau?
Tentang rasa
ini..
Tentang rasa
yang tak lagi menunggu.
Kau
tahu... setiap orang punya titik jenuh. Sebaik apapun mereka.