Ego tak tahu diri

By Padd - Friday, September 07, 2012



Malam itu.. suara hentakan kaki penuh amarah menggetarkan lapisan lapisan kayu itu. Menyiratkan adanya ketidakberesan dalam situasi sunyi senyap. Menyiratkan kekecewaan atas apa yang dilakukan seseorang. Seseorang di dalam ruangan tersebut.

Suara dentuman keras akibat sentuhan antara tangan yang bergetar dan pintu kayu itu membuat seseorang di dalam sana tersentak hebat. Kembali meringkuk dalam selimut yang dianggapnya bisa meyembunyikan semua masalah. Masalah bodoh yang telah dilakukannya.

Sakit. Itu yang dirasakan si pengetuk pintu. kecewa. Itu yang dirasakan si penghentak kaki. kepercayaan di balas dengan pengkhianatan. air susu di balasnya dengan air tuba. Di berikan hati malah meminta jantung. Pikiran pikiran itulah yang berseliweran di pikiran si pengetuk pintu dan si penghentak kaki.

“Dasar tidak tahu diri” Orang bodoh pun pasti tahu itu arti dari kilatan mata si pengetuk pintu itu. “Dasar tidak tahu di untung” Orang dungu pun pasti tahu itu makna dari kata kata tajam yang terlontar dari si penghentak kaki itu.

Seseorang itu memang sadar atas perbuatannya. Ada sebersit rasa bersalah yang melintas dalam nuraninya. Namun tetap saja ia membiarkan egonya yang memimpin dirinya. Membuatnya jatuh dalam jurang yang sebenarnya bisa ia lewati jikalau saja ia bisa sedikit meredam emosi sesaatnya.

Seseorang itu tahu, sadar betul bahwa dirinya hanyalah parasut untuk si pengetuk dan si penghentak kaki itu. Ya, parasut. Diberi keuntungan tetapi tidak bisa memberikan keuntungan. diberikan segalanya, tetapi tidak bisa memenuhi permintaan permintaan si pengetuk dan si penghentak. Barang keuntungan sedikitpun pun ia tidak bisa memberikannya.

Seseorang itu sadar betul, hujatan itu memang pantas untuknya. Namun “coba liat si A lebih bisa dari kau” lah yang membuat emosinya tersulut. Persetan dengan pemikiran mereka. Dia tak suka dibandingkan! ingat itu.

Tapi kau tahu.. disinilah letak kebodohan seseorang itu. Ia tak suka dibandingkan, namun ia tidak mau berusaha untuk mengubah pikiran si pengetuk dan si penghentak tentang dirinya. Dasar manusia.

Tak ada lagi pikiran “saya harus mengerti kau” yang tersisa dalam kilatan mata si pengetuk itu. Tak ada lagi kepercayaan yang tersisa dari air muka si penghentak. Rahangnya mengeras. Mungkin, sesaat lagi hatinya lah yang akan mengeras. Tak ada lagi rasa kasihan untuk seseorang itu.

Pelatuk telah di tarik. malam itu, seseorang itu pun dihakimi dalam diam. Dihakimi atas perbuatan bodohnya. Dihakimi atas semua masalah yang dilakukannya.

Semua mulut membungkam. Kilatan matalah yang berbicara. Hembusan nafaslah yang beradu argumen. Dan air mukalah yang menentukan hukaman final seseorang itu. Dasar bodoh, ia sedang meregang nyawa atas perbuatannya sendiri. Menunggu hukuman mati dijatuhkan.


  • Share:

You Might Also Like

0 comments